A. Kekuatan Indonesia di Jawa Timur (Surabaya)
Ketentraman di Jawa Timur, khususnya Surabaya telah dapat melucuti senjata Jepang seluruhnya dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk diserahkan kepada Sekutu. Maka persenjataan ketentraman di Jawa Timur cukup kuat.
Kekuatan di Jawa Timur terdiri dari :
1. TKR di bawah pimpinan Dr. Mustopo.
2. TKR Divisi Malang adalah Divisi yang kuat, paling lengkap persenjataannya, dengan susunandan pendidikan kesan suatu Divisi moderen.
3. Laskar-laskar rakyat: Pesindo dibawah pimpinan Sumarsono danKusnandar adalah laskar yang kuat.
4. Hizbullah yang berpusat di malang.
5. Barisan pemberontak (BPRI) yang dipimpin oleh Bung Tomo.
Pertempuran di Surabaya melawan pasukan Serikat, tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945. Perebutan kekuasaan dan senjata ini membangkitkan suatu pergolakan, sehingga berubah menjadi situasi revolusi yang konfrontatif.
B. Pendaratan Sekutu di Surabaya
Kekuasaan asing yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu pasukan Sekutu yang bertugas menduduki wilayah Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari tentara Jepang. Untuk melaksanakan tugas itu, dibentuklah Komando Asia Tenggara (South East Asia Command/ SEAC) dibawah pimpinan oleh Lord Lois Mountbatten.
Ia kemudian membentuk sebuah komando khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison, adalah tentara Inggris yang mengatasnamakan Sekutu.
Tugas AFNEI di Indonesia sebagai berikut.
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan pengusa militer Jepang.
2. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan ke negaranya.
3. Melindungi dan mengungsikan tawanan-tawanan perang.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang para pelaku kejahatan perang, kemudian dituntut sesuai dengan hukum.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Brigade ini adalah dagian dari Divisi India ke-23. dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn.
Pasukan AFNEI mulai mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. kekuatannya terdiri atas 3 divisi, yaitu
1. 23rd Indian Divisio dipimpin oleh Mayor Jenderal D.C. Hawthorn, menguasai daerah Jawa Barat.
2. 5th Indian Divisio dipimpin oleh Mayor Jenderal E.C. Mansergh, menguasai daerah Jawa Timur.
3. 26rd Indian Divisio dipimpin oleh Mayor Jenderal H.M. Chambers, menguasai daerah Sumatra.
Pasukan AFNEI hanya menduduki daerah Jawa dan Sumatra saja, sedangkan daerah-daerah lainya diserahkan kepada pasukan Australia.
Berdasarkan Civil Affair Agreement antar pemerintah Inggris dan Belanda pada tanggal 24 Agustus 1945, yang boleh mendarat di Indonesia hanyalah tentara Inggris. Akan tetapi, kepada tentara Inggris tersebut dapat diperbantukan pegawai-pegawai sipil Belanda sebagai pegawai NICA.
Kedatangan tentara Sekutu ikut diboncengi oleh tentara NICA Belanda. NICA (Netherland Indies Civil Administration) adalah pemerintah sipil Hindia Belanda yang bermaksud menjajah kembali Indonesia. NICA dibentuk oleh Van Mookdan Van Der Plas atas persetujuan pemerintah kerajaan Belanda. Pihak pemerintah Belanda mengadakan suatu perjanjian dengan pemerintah Inggris yang bersedia membentunya pada tanggal 24 Agustus 1945 di Chequers dekat London. Dalam perjanjian itu Inggris menyatakan kesediaannya membantu Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.
Tugas tentara Sekutu di Indonesia sebenarnya hanya menyangkut 4 hal, yaitu :
1. Tentara sekutu pimpinan Inggris berjanji tidak akan membonceng pasukan pasukan Belanda.
2. Kerjasama antar pemerintah Republik Indonesia dengan Sekutu untuk menjalin keamanan wilayah Republik Indonesia.
3. Untuk melaksanakan butir (2), dibentuk Kontak Biro
4. Pasukan Sekutu hanya akan melucuti tentara Jepang.
Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut baik oleh rakyat Indonesia. Namun ternyata tindakannya di berbagai tempat menunjukan bukti-bukti bahwa Sekutu bermaksud membantu mengembaliakn kekuasaan Belanda di Indonesia, terutama di daerah Jawa timur, yang dipimpin oleh Gubernur R.M.T.A. Suryo. Seteleh diadakan pertemuan itu menghasilakn kesepakatan :
1. Inggris berjanji bahwa diantara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda.
2. Disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
3. Akan segera dibentuk "Kontact Bureau" (kontak Biro) agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya.
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang saja.
C. Pertempuran yang Pertama
Perkembangan kemudian rernyata pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam hari satu peleton dari Field Security Sectiondibawah pimpinan Kapten Shaw, melakukan penyergapan ke penjara Kalisoko. Mereka akan membebaskan Kolonel Huiyer, seorang Kolonel Angkatan Laur Belanda dan kawan-kawannya.
Setelah diketahui bahwa orang-orang NICA secara terang-terangan membantu dan mempersenjatai anggota-anggota KNIL yang baru saja dibebaskan dari tahanan. Para pemuda khususya dan rakyat Indonesia pada umumnya mulai memperlihatkan sikap permusuhan terhadap tentara Sekutu dan NICA.
Sir Philip Christison segera melaporkan kepada panglima SEAC, Lord Louis Mountbatten, mengenai kenyataan yang dihadapinya. Pada tanggal 1 Oktober 1945 diadakan perundingan antara pihak Sekutu dengan pemerintah Republik Indonesia. Dalam perundingan itu pihak AFNEI mengakui secara de factoRepublik Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober 1945 tentara Sekutu dengan kekuatan 1 peleton menyerbu penjara-penjara dan membebaskan para tawanan perang, membebaskan seorang kolonel Angkatan Laut Belanda yang bernama Kolonel Huiyer dan pegawai RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War and Internees) yang ditawan Republik. Selain itu Sekutu juga menduduki tempat-tempat strategis di Surabaya, antara lain Pelabuhan Tanjung Perak, Gedung Bank Internation, dan Kantor Pos Besar.
Pada tanggal 27 Oktober pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamplet yang berisi perintah agar Rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata-senjata yang dirampas dari Jepang.
Pada 27 Oktober 1945 pukul 14.00 terjadi kontak senjata yang pertama antara pihak pemuda Surabaya lawan Sekutu (Inggris). Peristiwa meluas menjadi serangan umum terhadap kedudukan Inggris di seluruh kota selama dua hari. Pertempuran seru terjadi di beberapa sektor. Keesokan harinya tanggal 28 Oktober 1945 kedudukan Inggris bertambah kritis.
Tank-tank mereka berhasil dilumpuhkan, rakyat Surabaya menyerang hampir seluruh pos Sekutu yang berada di Surabaya. Pada hari itu Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, Komandan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu (AFNEI) nyaris terbunuh. Pada tanggal 29 Oktober 1945 para pemuda dapat merebut objek-objek penting di Surabaya. Mereka kemudian meminta bantuan para pemimpin Indonesia di Jakarta untuk memperhatikan pertempuran di Surabaya. Pertempuran terus berlangsung hingga tanggal 30 Oktober 1945.
D. Perundingan Antara Indonesia Dengan Inggris
Pada 31 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan Perdana Menteri Sutan Syahrir datang ke Surabaya untuk meredakan rakyat atas permintaan komandan tentara Sekutu. Mereka kemudian berunding denganMallaby. Perundingan itu menghasilakan keputusan untuk menghentikan pertempuran dan menghentihan kontak senjata.
Pada perundingan itu juga dipilih anggota-anggota Panitia Penghubung (Contact Committee) dari kedua pihak. Dari pihak Inggris 5 orang (Brigjen A.W.S. Mallagy, Kolonel L.H.O. Pugh, Wing Commander Groom, Mayor M.Hubson, Kapten H. Shaw). Dari pihak Indonesia 9 orang anggota, (Residen Sudirman, Doel Arnowo, Atmaji, Mohammad, Soengkono, Soeyono, Koesnandar, Roeslan Abdulgani, dan T.D. Kundan, dan juru bahasa).
Perundingan dilanjutkan pada malam hari antara Presiden Sukarno, Wakil pemerintah RI di Surabaya, Wakil Pemuda, dengan pihak Inggris yang didampingi oleh Jenderal Hawthorn. Perundingan tersebut didapat kesepakatan eksistensi RI diakui oleh Inggris dan cara-cara menghindari bentrokan senjata diatur sebagai berikut:
1. Surat-surat selembaran yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal D.C. Hawthorn dinyatakan tidak nerlaku lagi.
2. TKR dan Polisi diakui oleh Serikat.
3. Seluruh kota Surabaya tidak dijaga lagi oleh Serikat, kecuali kamp-kamp tawanan dijaga tentara Serikat bersama-sama TKR.
4. Untuk sementara waktu Tanjung Perak dijaga bersama TKR, Polisi dan tentara Serikat Guna menyelesaikan tugas menerima obat-obatan untuk tawanan perang.
Perundingan selesai pada tanggal 31 Oktober 1945. Presiden Soekarno dan rombongan, Jenderal D.C. Hawthorn meninggalkan Surabaya pada pukul 13.00 pada hari itu juga..
Ternyata, meskipun telah disepakati gencatan senjata, di beberapa tempat masih terjadi kontak senjata. Panitia penghubung segera mendatangi objek-objek yang masih terjadi pertemuan guna menghentikannya. Namun, ketika mereka mengunjungi Gedung Bank Internatio di jembatan Merah, terjadi insiden, dan mengakibatkan terbunuhnya Mallaby yang hingga kini belum juga terungkap siapa pelakunya.
Dengan terbunuhnya Jenderal Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggung jawab. Pada tanggal 31 Oktober 1945 Jenderal Christison, Panglima AFNEI memperingatkan kepada rakyat Surabaya, agar mereka menyerah, apabila tidak mereka akan dihancurleburkan.
Inggris mendatangkan bantuan tentara dari Divisi V pimpinan Mayor Jenderal E.C. Mansergh dengan jumlah anggota sebanyak 24.000 orang. Pada tanggal 7 November Mansergh menulis surat kepada gubernur Soeryo, yang isinya ia menuduh bahwa gubernur tidak menguasai keadaan, seluruh kota telah dikuasai oleh para perampok..
Pada tanggal 9 November 1945 Inggris mengeluarkan ultimatum yang isinya berupa ancaman bahwa tentara Inggris akan mengadakan serangan melalui darat, laut, dan udara, apabila rakyat tidak menaati perintah komando tentara Inggris.
Ancaman Mayor Jenderal E.C. Mansergh tersebut telah menyebabkan bangkitnya kemarahan rakyat dan pemuda Surabaya. Rakyat merasa dihina oleh tentara Sekutu.
E. Isi Ultimatum Mansergh
1. Semua orang yang ditahan sebagai tanggungan orang Indonesia mesti dikembalikan dalam keadaan baik, selambat-lambatnya pada jam 6 sore tanggal 9 November 1945.
2. semua pemimpin bangsa Indonesia, termasuk pemimpin Gerakan Pemuda Indonesia, kepala Polisi, dan kepala Radio Surabaya mesti datang ke Bataviawegselambat-lambatnya pada pukul 6 sore tanggal 9 November 1945. mereka harus datang dengan baris satu-persatu, serta segala macam senjata yang ada pada mereka. Segala senjata tersebut harus diletakan (ditaruh) di tanah pada suatau tempat yang jauhnya 100 meter dari tempat pertemuan itu. Kemudian mereka harus datang ke muka dengan kedua tangan diangkat di atas kepala masing-masing dan mereka akan ditahan, serta harus menandatangani surat penyerahan dengan tidak pakai perjanjian apa-apa.
3. Semua orang Indonesia yang bersenjata dan tidak berhak mempunyai senjata harus menyerahkan senjata itu
4. Semua orang perempuan dan anak bangsa Indonesia yang tidak berhak mempunyai senjata juga mesti datang ke sebelah jalan Westerbuitenwerg yang terletak di sebelah selatan dari jalan kereta api, dan di sebelah utara dari masjid di situ atau di persimpangan Jalan Darmo Boullevard dan Coen Boullevard, paling lambat pukul 6 sore tanggal 9 November 1945 dengan membawa bendera merah pitih dan berbaris satu-persatu.
5. Setelah semua pekerjaan itu selesai mereka tentara Serikat akan memeriksa seluruh kota, dan apabila kedapatan masih ada orang Indonesia yang menyimpan atau menyembunyikan senjata, mereka akan dituntut, dengan hukuman mati.
6. Semua orang perempuan dan anak bangsa Indonesia harus meninggalkan kota, mereka boleh melakukan itu selambat-lambatnya pada waktu magrib tanggal 9 november 1945. akan tetapi, hanya boleh pergi menuju Mojokertodan Sidoarjo melalui jalan raya.
7. Tentara Serikat akan melakukan pembersihan di seluluh kota.
8. Jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan seluruh kota Surabaya.
Ultimatum ini ditandatangai oleh Mayor Jenderal E.C. Mansergh, Panglima Angkatan Darat Serikat di Jawa Timur. Adanya Ultimatum ini para pemimpin di Surabaya mengadakan pertemuan.
F. Pertempuran yang Kedua, 10 November 1945
Komandan pertahan Kota, Soengkono, pada tanggal 9 November 1945 pukul 17.00 mengundang semua unsur kekuatan rakyat, yang terdiri dari komandan TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR, TKR Laut untuk berkumpul di Markas Pregolan 4. Kota Surabaya dibagi dalam 3 sektor pertahanan, meliputi sektor Barat, sektor Tengah dan sektor Timur.
Sementara itu radio pemberontakan yang dipimpin oleh Bung Tomo membakar semangat juang rakyat. Siaran ini dipancarkan dari Jl. Mawar No. 4.
Ultimatum itu tidak dihiraukan oleh rakyat Indonesia, karena dianggap sebagai penghinaan. Sampai pada waktu yang ditentukan yaitu tanggal 10 November 1945 jam 06.00 tidak seorang pun pemimpin atau rakyat Indonesia yang memenuhi utimatum tersebut.sesuai dengan ultimatum dan ancaman sebelumnya.
Pemuda Sutomo (bung Tomo), Pemimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) setiap malam berpidato di depan radionya. Ia menyuruh rakyat agar siap siaga dan tidak menyerah kepada ancaman Tentara Sekutu. Bung Tomo terkenal sebagai orator yang mampu membakar semangat rakyat Surabaya dalam menghadapi Sekutu pada tanggal 10 November 1945. Bung Tomo melalui radionya menyerukan kepada para pemuda di seluruh pelosok Jawa Timur agar datang ke Surabaya guna membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. "Tuhan menyertai kita, Allahu Akbar, Allahu Akbar, sekali merdeka, tetap merdeka" adalah kalimat yang selalu digunakanBung Tomo untuk memberi semangat perjuangan masyarakat perjuangan Surabaya.
Seorang pejuang wanita sukarela bangsa Amerika yang terkenal dengan nama samaran Ketit Tantri juga selalu berpidato di depan corong radio BPRI. Setiap saat ia selalu berusaha menjelaskan prjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia berpidato dalam bahasa Inggris. Usahanya tidak sia-sia. Banyak juga tentara sekutu, terutama yang berasal dari India yang muslim, berbalik memihak kepada Republik Indonesia. Mereka tidak mau lagi disuruh memerangi bangsa Indonesia.
Inggris menggempur Surabaya, baik melalui darat, laut, maupun udara. Dalam pertepuran terebut tentara Sekutu mengerahkan lebih dari satu divisi infantry, yaitu Divisi India ke-5 berserta sisa Brigade Mallaby dengan jumlah keseluruhan kurang lebih 15.000 orang. Mereka dibantu oleh meriam-meriam kapal penjelajah Sussex dan beberapa kapal perusak serta pesawat-pesawatMosquito dan Thunderbolt. Sebaliknya rakyat Indonesia di Surabaya tidak gentar sedikit pun menghadapi sekutu walaupun dengan senjata-senjata hasil rampasan dari tentara Jepang, golok, panah, dan bambu runcing.
Surabaya yang digempur oleh Inggris itu berhasil dipertahankan oleh para pemuda hampir 3 minggu lamanya. Sektor demi sektor dipertahankan secara gigih. Pertempuran yang terakhir di Gunungsari, pada tanggal 28 November 1945, namun perlawanan secara sporadis masih dilakukan.
Markas Pertahanan Surabaya dipindahkan ke Desa Lebaniwaras, yang terkenal dengan nama Markas Kali.
Tepat pada tanggal 10 november 1945, Kongres Pemuda I dibuka di Yogyakarta. Kongres itu bertujuan mempersatukan dan membangkitkan semangat juang angkatan muda kita di seluruh tanmah air. Wakil pemuda dari segenap daerah datang di kongres tersebut. Namun, tatkala mereka mendengar bahwa pertempuran besar-besaran telah pecah di Surabaya hari itu.
Dengan segera wakil pemuda dari Surabaya dan kota lainnya di Jawa Timur meminta diri untuk meninggalkan kongres. Mereka langsung kembali ke Surabaya dan bergabung dengan teman-temannya untuk bertempur melawan Sekutu.
G. Akhir Perang
Peristiwa 10 November di Surabaya dilambangkan oleh para pemimpin tentara Inggris dengan menyebutnya "Neraka Surabaya" yang telah menelan korban jiwa sangat besar dari kedua pihak.
Bagi Indonesia sendiri peristiwa 10 November di Surabaya merupakan bukti keberanian dan keperkasaan bangsa yang ingin tetap mempertahankan kemerdekaan dan membela Tanah Air Indonesia dari segala penjajah. Rakyat Indonesia bertekad "Sekali Merdeka Tetap Merdeka".
Peristiwa dasyat 10 November kemudian diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh rakyat Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar